Selasa, 01 September 2009

JEMBATAN SURGA - NERAKA


Untuk memudahkan komunikasi, maka penduduk surga dan penduduk neraka sepakat untuk membuat jembatan yang menghubungkan keduanya. Setengah bagian dikerjakan oleh penduduk surga dan setengah bagian yang lain dilaksanakan oleh penduduk neraka.


Tak berapa lama, bagian jembatan yang menjadi tugas penduduk neraka telah selesai dikerjakan, sementara itu penduduk surga sama sekali belum melaksanakannnya. Malu karena belum selesai, pemuka surga mengutus wakilnya ke neraka untuk belajar.


Datang dari neraka sang wakilpun segera melaporkan

“ Wajar saja mereka mampu membangun jembatan dengan cepat, karena disana berkumpul mantan aparat PU, kontraktor dan konsultan”



Selasa, 28 Juli 2009

TERTIPU

Polemik penerbitan majalah seronok terus berkelanjutan. Media cetak maupun elektronik ikut menyemarakan perdebatan pro dan kontra yang menghadirkan narasumber dari berbagai profesi. Bagi yang pro, gambar-gambar seronok dianggap sebagai karya seni yang tidak boleh dibatasi, sementara yang kontra menganggap bahwa kerusakan moral bangsa ini akibat banyaknya pornografi dan pornoaksi.


Nun jauh disana, di lubuk hati terdalam dari mereka yang terlibat pembuatan gambar seronok baik itu aktris, aktor sampai pemilik modal serempak mengatakan “Para pengamat semuanya tertipu. Persetan dengan seni, persetan dengan kerusakan moral. Yang penting dengan gambar-gambar tersebut majalah kita laku keras dan itu berarti uang”.


.

SIBUK

LSM Koruptono dikenal sebagai LSM yang paling galak. Namun semenjak ada kepala daerah baru, LSM yang dipimpin Koruptono tidak lagi eksis untuk menyuarakan idealisme mereka.. Hal ini tentu mengherankan kawan seperjuangannya, Parto.

“Koq kamu tidak pernah muncul lagi, padahal banyak kebijakan kepala daerah yang menyimpang” tanya Parto kepada Koruptono.

“Wah, aku sibuk sekali sehingga tak sempat lagi memonitor. Banyak proyek penelitian dari Pemerintah Daerah yang harus kuselesaikan” jawab Koruptono sambil menuju mobil barunya.


BAYAR TINTA

Seorang kepala instansi geram saat membaca berita koran. Pernyataannya sebagai nara sumber hanya dikutip sedikit sekali, sementara materi berita lebih banyak berisi opini negatif pewawancara. Melihat atasannya marah, seorang bawahan memberikan saran.” Kalau pernyataan bapak ingin dikutip semuanya, mungkin bapak harus mengganti tinta mereka”.



Senin, 29 Juni 2009

HIU PUN TAKUT


Akibat kurangnya perawatan, sebuah kapal laut tenggelam tepat di sarang ikan hiu. Begitu cepatnya kapal tersebut karam sehingga penumpangpun tak sempat untuk menggunakan sekoci ataupun pelampung. Akhirnya semua penumpang tenggelam ke dasar lautan. Tak menyiakan kesempatan tersebut, para ikan hiu datang menyerang. Satu persatu penumpang khususnya anak-anak di lahapnya.


Tiba-tiba seekor ikan hiu mengerang menahan perutnya yang sakit setelah makan manusia.

“Jangan kau makan tubuh itu,” nasehat kawannya “Semasa kerjanya, orang itu sering makan aspal, semen, besi beton. Jadi wajar kalau kamu sakit perut.”


Di tempat lain seekor ikan hiu terlihat muntah-muntah. “Aku mencium bau obat, rupanya orang ini sering makan obat rumah sakit.”


Akhirnya pesta lahap-melahap berubah menjadi sumpah serapah hiu akibat salah makan. Ada yang termakan tubuh yang berbau tanah karena sering makan tanah, bahkan ada tubuh yang di dalamnya mobil beserta onderdilnya.


Namun tak berapa lama kemudian terdengar jeritan minta ampun dari pemimpin hiu. Tak urung hiu lain pun menciut nyalinya.“Ada apa gerangan ? sepertinya pemimpin kita ketakutan pada tubuh gemuk yang ada dihadapannya.”seekor hiu bertanya lirih kepada kawannya.


”Ssst, jangan ribut. Tubuh itu bekas penegak hukum. Jangankan aspal, semen obat atau kita, sesama manusiapun dimakannya oleh nya.”


Minggu, 19 April 2009

AMPLOP

S3


Parto bertemu Koruptono mantan kawan sekolahnya yang sering mendapat hukuman karena ketahuan nyontek. Sekarang Koruptono sudah menduduki jabatan tinggi di sebuah instansi pemerintah.


“Hebat sekali kamu bisa menjadi pejabat” kata Parto memuji


“Karena aku telah menyelesaikan S3” Koruptono bangga


“Jadi gelarmu sekarang Dr. Koruptono ?”Parto tak percaya


“Yang kumaksud S3 bukan Doktor tetapi Setor muka, Setor upeti dan Setor suara. Sebagai aparat yang ingin menduduki jabatan tinggi, pertama aku harus pintar mencari muka kepada atasan, kedua harus rajin memberi upeti kepada atasan yang sering kehausan. Terakhir, dengan adanya sistem pemilihan langsung, maka aku harus banyak mencari suara pemilih untuk atasan alias menjadi tim sukses”.



KURANG BERKAS


Sudah seminggu Surat Ijin yang dimohon oleh Parto pada sebuah instansi belum keluar. Tak sabar menunggu, didatanginya instansi tersebut untuk menanyakan berkas permohonannya.


“Permohonan bapak belum dapat diproses karena masih ada berkas yang kurang” kata seorang staf instansi.


Parto yang merasa berkasnya sudah lengkap menjadi bingung “Berkas apa yang belum saya lampirkan ?”.


“Amplop” jawab staf pendek.


AKIBAT MOBIL SEDAN


Umpatan keluar dari mulut Parto ketika sepeda motor yang dikendarai bersama kawannya melewati ruas jalan yang rusak parah. Dengan segala teori yang ia dapat semasa kuliah di teknik Parto menyimpulkan bahwa kerusakan jalan disebabkan oleh beban berat dari truk-truk besar yang melebihi batas muatan.


Tetapi kesimpulan tersebut dibantah oleh kawannya, menurutnnya kerusakan jalan dikarenakan oleh mobil sedan. Untuk membuktikan ucapannya, Partopun diajak oleh kawannya ke jembatan timbang.


“Lihat itu, petugas penimbang meloloskan truk yang melebihi muatan setelah menerima tips dari sopir. Dari tips-tips itu petugas mewujudkan keinginannya untuk memiliki mobil sedan, Jadi kesimpulannya mobil sedan-lah yang merusak jalan”.



LEBIH SUSAH


Surat edaran dari Komisi Pemberantas Korupsi tentang larangan menerima parcel bagi para aparat dan pejabat negara tidak membuat para pejabat menjadi susah atau pengusaha menjadi gembira.


Di tengah eforia politik, keputusan tersebut malah menjadi momen penting bagi pejabat untuk menunjukkan diri bahwa mereka adalah orang bersih dengan cara mendukung surat edaran tersebut. Pernyataan dukungan disebar luaskan melalui media masa agar semua khalayak tahu.


Di pihak lain usaha parcel menjadi mati suri. Tetapi yang lebih susah lagi adalah para pengusaha rekanan pejabat ”Biasanya kami hanya mengeluarkan paling tinggi lima ratus ribu untuk parcel, sekarang tak mungkin uang segitu diserahkan dalam amplop”.

Minggu, 25 Januari 2009

MANTAN ANGGOTA


Koruptono dikenal oleh kawan-kawannya sesama makelar (perantara) sebagai orang yang piawai menarik calon pembeli. Meskipun belum genap setahun menekuni bidang ini, tetapi Koruptono sudah mampu menjual berbagai macam barang. Hal ini membuat kagum Parto.
“Tak ada barang yang tak bisa dijual oleh Koruptono, dengan kepandaiannya bersilat lidah barang yang rusakpun bisa ia jual” kata Parto kepada rekannya
“Aku sih tak heran, maklum dia mantan anggota”
“Mantan anggota apa ?” tanya Parto ingin tahu
“Anggota dewan”.

BERKAH BENCANA 1
Koruptono tersenyum penuh arti setelah melihat bencana di TV, sebagai politisi yang telah sukses duduk di lembaga wakil rakyat, dia melihat peluang besar yang dapat dimanfaatkannya.
Ia segera menelpon
kepala daerah yang wilayahnya mendapat musibah untuk melakukan negosiasi. Setelah terjadi kesepakatan harga, dari dalam gedung parlemen ia pun lantang menyuarakan pentingnya bantuan dana untuk daerah korban bencana.

BERKAH BENCANA 2
Disebuah cafe hotel bintang lima terlihat beberapa orang parlente sedang berbincang, sementara di meja terhidang banyak porsi menu makanan. Acara ini sengaja digelar oleh Koruptono yang bekerja di departemen yang membidangi keuangan negara. Pembicaraan mereka berkisar tentang pembagian porsi. Bukan porsi makanan di meja, tetapi porsi proyek yang harus disetorkan oleh kepala daerah kepadanya atas persetujuan alokasi dana bencana.

BERKAH BENCANA 3
“ Mengapa papa tersenyum sendiri padahal beberapa wilayah kita mendapat bencana” tanya isteri Koruptono yang menjabat kepala daerah.
“Ah..mama ini seperti nggak tahu saja. Kalau ada bencana berarti ada bantuan proyek dari pemerintah pusat. Bila ada proyek berarti ada tambahan darah ke kantong kita”.


Sabtu, 17 Januari 2009

BIBIT KORUPSI

Setelah puas berdemo tentang pemberantasan korupsi, Koruptono bergegas kembali ke kampus. Hari ini ada jadwal ujian, ia gelisah karena kesibukannya mempersiapkan demo sehingga membuatnya tidak sempat belajar. Hanya satu jalan pintas agar lulus dari ujian yaitu membuat contekan di kertas-kertas kecil. Saking asyiknya, Koruptono tidak tahu bahwa kawan disebelahnya memperhatikan dari tadi.
Kawan : Kamu membuat contekan ya ?
Koruptono : Ah..biasa, hanya membuat catatan-catatan kecil untuk ujian nanti
Kawan : Wah kamu curang
Koruptono : Tak apa, yang penting aku nggak korupsi
Kawan : Tapi nyontek itu kan bibit korupsi
Dengan bersungut, Koruptono ngeloyor pergi.

UPAH DEMO
Koruptono sedang membagikan amplop dan nasi bungkus kepada kelompoknya. Hari ini Koruptono mendapat obyekan berdemo untuk menurunkan kepala daerah. Sambil melahap nasi bungkus, dia memberikan pengumuman kepada kelompoknya.

“Besok pagi kita akan turun berdemo lagi untuk mendukung kepala daerah. Siapkan semua peralatan yang kita miliki. Lantangkan suara, agresifkan gerakan karena upah yang akan kita terima lebih besar daripada hari ini”.

BUKU WAJIB
Parto kesal melihat hasil ulangan anaknya. “Kenapa nilaimu jelek sekali, padahal bapak kan sudah membelikan buku pelajarannya”.
“Pak, saya sudah menjawab semua soal sesuai dengan buku. Tetapi karena penerbit buku pelajaran yang bapak beli lain dengan yang diwajibkan oleh guru, maka jawaban saya jadi salah ”. jawab si anak membela diri.

SUKARELA
Anak Parto terpaksa tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena tak ada biaya. Sekarang si anak membantu Parto di bengkel tambal ban. Melihat anak Parto yang masih kecil sudah bekerja, seorang pelanggan bertanya pada Parto.
“Anaknya nggak sekolah bang ?”
“ Tidak ada biaya”
“ Lho, sekolah kan gratis”
“Iya memang sekarang ini tidak ada lagi uang SPP seperti dulu. Tetapi hanya sumbangan sukarela yang besarnya sudah ditentukan. Meskipun sifatnya sukarela tetapi kalau tidak bayar ya nggak bisa sekolah”

Kamis, 06 November 2008

BAGI BAGI

Setelah mempelajari berkas tuntutan jaksa, pengacara menyimpulkan bahwa kliennya 99,99 % terbukti melakukan tindak pidana korupsi milyaran rupiah. Masalah ini segera disampaikannnya kepada yang bersangkutan..

”Bapak sepertinya sulit untuk lepas dari jeratan hukum”.
“Lalu apa yang harus saya lakukan agar bebas” tanya sang klien.
“Beri saya lima puluh persen dari nilai korupsi itu. Uang itu akan saya bagi-bagi dan sisanya dua puluh persen untuk saya” jawab pengacara enteng.


KAMBING HITAM
Parto sedang menghadap atasannya. Mereka berdua terlibat pembicaraan yang sangat serius. Parto terlihat hanya bisa menunduk dan manggut-manggut saja.
Tak berapa lama sang atasan meminta ajudannya untuk mempersilahkan masuk tamu yang sudah lama menunggu di luar. Tamu dengan baju seragam warna coklat tua itupun duduk disamping Parto. Seperti petinggi daerah umumnya, atasan Parto bersikap seolah sedang memberi petunjuk.

“ Anak buah saya mau mengakui bahwa semua perbuatannya dalam penggelapan uang kas daerah dilakukan atas kehendaknya sendiri bukan atas perintah saya. Jadi tolong diatur jangan sampai permasalahan melibatkan saya. Bukti-bukti nota dari saya yang pernah diserahkan oleh Parto kepada anda, anggap saja tidak ada. Semua biaya yang anda perlukan, saya yang akan menanggung”.

“Baik pak, kalau sudah ada kambing hitamnya, berkas kasus ini akan segera kami sampaikan ke pengadilan”


TARIF

Akhirnya Koruptono menerima vonis atas pidana korupsi uang negara sebesar lima milyar. Koruptono masih bisa tersenyum lega karena sesungguhnya yang ia korupsi jauh lebih besar dan saat ini tersimpan dengan aman.
Ketika tiba di lapas Koruptono dipersilahkan menunggu di ruang ber AC dan dijamu seperti layaknya seorang tamu.
Setelah ngobrol kesana-kemari Koruptono disodori sebuah map oleh petugas.

“Apa ini” tanya Koruptono tak mengerti
“Ini tarif kamar dan layanan disini, apabila selama disini bapak ingin mendapat semua fasilitas bahkan pengawalan dari gangguan napi lain, maka silahkan pilih tarif yang paling atas. Saya yakin bapak pasti puas. Kalau ingin gratis bisa juga, tetapi bapak bergabung dengan napi yang lain dan kami tak menjamin keselamatan dan keamanan anda”

Merasa uang korupsi yang disimpannya masih banyak, tanpa pikir panjang Koruptono langsung memilih tarif yang paling mahal. Petugas tersenyum puas dan Koruptono akan menjalani hari-harinya dengan damai.


RESEP
Karena sakitnya tak sembuh juga, Parto berobat ke tempat praktek seorang dokter. Setelah memeriksa sana-sini, tanpa memberi komentar apapun dokter memberikan resep obat paten kepada Parto dan mengenakan tarif seratus ribu rupiah.

Lain waktu Parto datang lagi ke dokter yang sama. Namun sebelum dokter menulis resepnya, Parto memohon agar diberikan obat generik karena resep yang lalu harganya selangit dan hampir saja tak terbeli. Dokterpun membuat resep obat generik dan mengenakan tarif seratus lima puluh ribu rupiah.

“Dok, koq tarifnya lebih mahal dari yang kemarin ?” tanya Parto lugu.
”Kalau semua pasien minta obat generik, darimana saya mendapat tambahan lagi” timpal dokter dengan muka masam.